Cecair berkarbonat hitam pekat
rakus dihirup tiada sisa lupa disejat
ulang-berulang kali tubuhku digumpal padat
di jalan tar berlopak kasar aku dicampak
jeritan naluriku walau secuit diendah tidak.
Sayang sekali kaki sesempurna itu disalah guna
menendang-nendang aku yang kaku seperti sesia
luka anggotaku seluruh dan hati lara
tergolek ke longkang yang ternoda.
Mujur
sepasang tangan berkedut memahat senyum
sehasta kayu berukir impian bergunung dihulur
menarik ke atas aku dengan mekar sabar
walau gagal berkali-kali dek tangan terketar
akhirnya di kantung harapan kudiam
terlena
dibuai gesekan rantai basikal tua.
0 komentar:
Posting Komentar